Saturday, April 24, 2010

Legenda asal sungai musi (palembang)



Sungai Musi merupakan salah satu sungai yang terbesar dan terpanjang di Indonesia. Sungai Musi terletak di kota Palembang,Sumatra Selatan. Hulunya berada di Provinsi Bengkulu. Sembilan buah sungai besar (diantaranya di Provinsi Jambi dan Bengkulu) bermuara ke Sungai Musi. Selain itu, beberapa sungai kecil juga ada yang bermuara ke Sungai Musi. Sungai Musi mengalir di tengah-tengah kota Palembang,lebar nya sekitar 400meter.
Zaman dahulu kala sebelum datang Kerajaan Sriwijaya, hubungan lalu lintas laut di seluruh dunia dilakukan dengan perahu layar. Pada zaman itu, banyak pula lanun atau bajak laut.
Menurut cerita, ada kelompok bajak laut asal negeri Cina, terdiri dari tiga perahu layar, berlayar ke Selat Bangka. Perompak itu dipimpin oleh seorang yang bergelar Kapitan. Mereka tertarik ketika melalui muara Sungai Musi, terutama karena lebarnya. Kapitan mencari dalam peta yang ada di dinding kamarnya. Ternyata sungai itu belum ada namanya di peta. Kapitan memerintahkan seluruh perahu agar menurunkan layar. Dia berkata kepada anggota teras anak buahnya : "Dalam peta sungai ini sangat panjang, tapi belum ada namanya. Ayo kita selidiki."
Tiga perahu layar itu berdayung beriring-iringan memasuki sungai dan terus menghulu. Kota Palembang ketika itu masih merupakan perkampungan besar yang ramai. Para perompak itu melihat banyak perahu besar dan tongkang datang dari hulu sarat dengan muatan hasil bumi. Lalu, berakatalah Kapitan kepada anak buahnya :
"Muatan perahu penduduk ini hasil bumi yang penting dalam perdagangan dunia. Kalian lihat banyak jenis rempah-rempah. Jangan ada yang mengusik mereka. Kita dekati dengan ramah. Pastilah di hulu sana daerah subur yang merupakan sumber semua hasil bumi ini. Kita berusaha menjadi pembeli tunggal."
Perahu dan tongkang yang datang itu adalah milik pedagang dari pulau lain di Nusantara. Selain beras dan sayur-mayur, banyak hasil bumi seperti kopi, lada, cengkih, kayu manis, buah pala, dan tembakau. Ini merupakan barang dagangan yang mahal harga nya di negeri lain. Para perompak itu mendekati perahu dan tongkang. Karena pedagang tidak mengerti bahasa Cina, percakapan dilakukan dengan isyarat. Ternyata mereka bisa saling mengerti.
Ketika itu, perdagangan tidak dilakukan dengan uang. Perompak itu menunjukan kepada para pedagang dan juga penduduk, berbagai jenis barang yang ada di ketiga perahu layar mereka. Mulai dari pakaian dan kain, perak, emas sampai bahan pangan. Semua adalah hasil rompakan. Kemudian, terjadilah jual beli dengan cara menukar barang (barter).
Melalui percakapan dengan isyarat, para pedagang dan penduduk mengatakan bahwa hasil pertanian mereka peroleh dari daerah hulu. Oleh karena itu, Kapitan memutuskan untuk ke hulu.
Mereka berdayung ke hulu. Karena kapal mereka besar-besar, mereka membeli perahu penduduk dengan cara menukar. Dengan perahu-perahu itu lah mereka menghulu sungai, membawa berbagai jenis barang hasil rompakan yang ada pada mereka. Kapitan memerintahkan agar sebagian anak buahnya naik ke darat dan meneliti keadaan. Kemudian, banyaklah anak buah perompak itu masuk ke kampung dan menjelajahi hutan. Mereka sangat kagum melihat kesuburan lahan di daratan.
Kelompok yang sampai ke daerah dataran rendah Gunung Dempo (daerah Lahat sekarang) kagum melihat betapa subur nya tanah. Hasil sayur-mayur tidak terpanen. Tanaman kopi bagaikan hutan dengan buahnya yang besar-besar. Begitu juga cengkih, kayu manis, dan berbagai jenis tanaman lainnya.
Kelompok yang menjelajahi daerah Muaraenim (sekarang), juga kagum melihat tanaman rempah-rempah. Mereka kagum ketika melihat di beberapa lokasi banyak batubara yang muncul dipermukaan tanah.
Sementara itu, yang sampai di daerah Rejang Lebong terkejut melihat penduduk mendulang emas disamping tanaman rempah-rempah yang melimpah.
Setelah beberapa bulan menerima laporan demi laporan, Kapitan memerintahkan anak buahnya membeli sebanyak mungkin. Mengajari penduduk mengambil batubara. Penduduk sangat senang. Berbulan-bulan berlangsung, barang-barang untuk menukar milik perompak habis sementara ketiga buah perahu besar mereka sudah penuh dengan hasil bumi, termasuk tembakau yang mereka temukan di daerah Danau Ranau.
Kapitan memutuskan meninggalkan daerah itu, dengan maksud untuk dapat kembali selekasnya setelah menjual barang yang mereka miliki. Tiba di muara sungai, Kapitan memerintahkan ketiga perahu mereka berlabuh berdekatan. Suatu malam, Kapitan memberikan penjelasan di hadapan sebagian anak buahnya. Mereka bermusyawarah menentukan ke negeri mana saja barang-barang itu akan mereka jual. Juga membuat rencana ke daerah mana mereka akan berlayar kemudian untuk merompak. Hasil rompakan akan dijadikan bahan penukar atau pembeli barang di daerah yang baru mereka kunjungi. Ujar Kapitan :
"Kita harus mencari barang-barang yang sesuia dengan kebutuhan penduduk di daerah ini. Disamping merompak, kita harus menjadi pembeli tunggal seluruh hasil bumi di daerah ini. Kita harus bergaul sebaik mungkin dengan masyarakat. Sumber barang dagangan kita harus bisa dalam jangka panjang. Untuk itu, beberapa anak buah yang saya pilih tinggal di sini. Kembali ke hulu dengan menggunakan perahu. Pelajari bahasa daerah. Tapi awas!jangan sekali-kali ada yang berbuat jahat atau kasar terhadap penduduk."
Bersama beberapa tenaga terasnya, dipilih beberapa anak buah perompak untuk kemabali dan tinggal di Palembang. Kemudian, Kapitan itu menunjuk lagi pada peta yang terbentang di dinding ruangan. Dia memberi tanda melingkari daerah Sumatera Selatan dalam peta seraya berkata :
"Kita sekarang berada di daerah ini. Ternyata daerah dan sungai ini belum ada nama nya di dalam peta. Sudah kupikir-pikir, kita menamakan daerah ini Mu Ci." (Dalam bahasa tua Cina Han,Muci adalah ayam betina, dan Muci adalah nama Dewi Ayam Betina yang memberi keberuntungan pada manusia.)
Seorang pemimpin teras perompak bertanya : "Mengapa Tuan Kapitan memberikan nama daerah ini Muci?"
Kapitan itu senyum dan menjawab : "Ya. Bukankah Muci (maksudnya ayam betina) makhluk yang memberi keberuntungan kepada manusia? Sekali bertelur belasan butir. Telur sumber uang yang laris. Daerah ini sangat subur. Luar biasa suburnya. Hasil rempah-rempahnya bermutu tinggi. Ada tambang batubara. Ada tambang emas. Sumber kekayaan yang tidak akan ada habis-habisnya. Maka daerah ini juga layak disebut Mu Ci (maksudnya Dewi penolong manusia) karena tanahnya demikian kaya raya memberi keberuntungan bagi manusia."
Seluruh perompak itu tertawa riang karena pemimpin mereka memilih nama yang sesuai dengan pendapat mereka. Lalu, Kapitan meneruskan :
"Kalian ingat. Penduduk di daerah ini juga memiliki sifat baik yang dimiliki ayam. Kaum pria di daerah ini ramah, mudah menerima orang asing, dapat bergaul baik, dan suka menolong. Akan tetapi, jangan coba berbuat curang atau menipu mereka. Bukankah ada empat orang teman kita yang mati karena di tusuk pisau?"
Seorang anggota teras lanun berkata : "Benar Kapitan. Itu salah mereka sendiri. Sudah diperintahkan agar jangan berbuat kasar atau menipu penduduk."
"Benar. Salah mereka sendiri. Sudah saya perintahkan agar berperangai baik. Daerah ini dan penduduknya akan jadi mitra dagang kita dalam jangka panjang. Selain itu, wanita di daerah Mu Ci ini juga sangat baik. Kulit mereka kuning seperti kita, tapi wajah mereka tidak seperti wajah wanita kita. Juga tidak seperti wajah orang Eropa. Wajah milik bumi mereka sendiri. Kaum wanita daerah ini hebat dan mengagumkan. Mereka bekerja keras membantu suami. Tak ubahnya seperti induk ayam betina. Bekerja keras mencari makan untuk anak-anaknya. Hormat dan baik pada sesamanya. Akan tetapi, jangan coba ada yang menggangguanak-anaknya. Biar burung elang, musang, bahkan harimau sekali pun, jika mengganggu anaknya, induk ayam akan menyerang musuhnya. Buktinya sudah kita rasakan bukan?"
Para bajak laut itu tertawa lebar. Ada yang berkata : "Yaaa. Benar Kapitan. Tiga orang teman kita luka parah ditusuk wanita dengan pisau. Salah mereka sendiri, karena mereka hendak mengganggu wanita."
"Benar itu," sambut Kapitan. "Karena tanah di daerah ini sangat subur dan memberi kehidupan yang berlimpah pada manusia, saya memilih Muci untuk nama daerah ini. Inilah Sungai Muci. Sungai yang memberi manfaat dan keberuntungan pada manusia."
Tahun berikutnya, ketika bajak laut datang lagi membawa hasil rompakan untuk modal berdagang, mereka menyebut daerah itu Muci. Beratus tahun kemudian, kata Muci berubah menjadi Musi.

Mata airnya bersumber di daerah Kepahiang, Bengkulu. Sungai Musi merupakan muara sembilan anak sungai besar, yaitu Sungai Komering, Rawas, Batanghari, Leko, Lakitan, Kelingi, Lematang, Semangus, dan Ogan.

No comments:

Post a Comment

ipal.com